BTS

BTS
BTS

Tuesday, January 24, 2012

Hope Is a Dream That Doesn’t Sleep


Super Junior Fanfic
Main cast: Cho Kyuhyun, Kim Myungsoo (L) Infinite, Hyunmi (as readers)
Support cast: Leeteuk, Yesung, Shindong, Sungmin, Eunhyuk, Siwon, Donghae, Ryeowook, Sunggyu (Infinite)
Genre: romance
Ratings: PG15
Author:@khansa_aquaizanSong Sanra

I made this for my special Dongsaeng, Dessy Citra ^^ Saengil Chukkae, December, 14th 2011


Hope Is a Dream That Doesn’t Sleep

“Ayolah Kyuhyun-ah,” pinta Leeteuk sambil memandang Kyuhyun dengan puppy eyes-nya.
“Andwae, aku tidak mau! Kenapa hyung tidak menyuruh noona-noona yang biasa mendandani kita saja?” tolak Kyuhyun.
“Tapi aku ingin orang kepercayaanku yang membelinya. Lagipula kalau aku menyuruh mereka yang membelinya, mereka bisa menggosipkanku,” keluh Leeteuk.
Kyuhyun mengabaikan hyung-nya.
“Kyuhyun-ah, jebal…”
Kyuhyun menghela napas. Ia menoleh ke arah Leeteuk yang sedang memandangnya penuh harap. “Baiklah,” kata Kyuhyun pada akhirnya.
Dengan memakai kacamata hitam dan topi dengan warna yang sama, Kyuhyun mengemudikan mobilnya menuju salah satu butik ternama di kota Seoul. Sigh, ia mendengus kesal. Kenapa juga hyung-nya itu tiba-tiba menyuruhnya membelikan dress untuk Kang Sora, istri visualnya? Kenapa tidak menyuruh member yang lain saja?
Kyuhyun menginjak pedal gas lebih dalam, menambah kecepatan mobilnya. Ia ingin segera membeli gaun itu dan pulang ke dorm.
Kyuhyun berdiri di depan butik yang dimaksud. Ia memandang etalase toko yang memajang beberapa dress, sepatu, tas, dan perhiasan. Ia pun masuk ke dalamnya.
“Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang pelayan toko ramah.
“Ya, aku ingin membeli ini,” jawab Kyuhyun sambil menunjuk ke arah dress berwarna hitam yang dipajang di etalase.
“Silakan, tunggu sebentar,” ujar sang pelayan.
Kyuhyun kemudian duduk di sebuah sofa berwarna merah. Ia memandang sekeliling dan mendapati sebuah mesin penjual kopi di dalam butik tersebut. Kyuhyun pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke mesin tersebut untuk membeli cappuccino.
Kyuhyun memasukkan sebuah uang koin ke dalam mesin tersebut. Ia mengambil gelas kertas yang ada disamping mesin itu dan menekan sebuah tombol. Setelah gelasnya cukup penuh, mesin tersebut berhenti. Kyuhyun lalu meniup-niup cappuccino yang masih panas tersebut sambil berjalan menuju sofa yang tadi ia duduki.
Brughh, tak sengaja Kyuhyun menabrak seorang yeoja yang ada di depannya. Gelasnya terjatuh dan mengenai baju yang dikenakan yeoja itu.
“Mianhae, mianhae,” ucap Kyuhyun panik sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan sapu tangannya. Ia kemudian mengelap noda yang ada di baju yeoja itu. Kyuhyun terus mengelap noda tersebut hingga tanpa sadar sapu tangannya menyentuh salah satu bagian intim yeoja itu.
“Ah, mianhae,” ujar Kyuhyun ketika menyadarinya. “Ini,” lanjutnya sambil menyerahkan sapu tangannya, menyuruh yeoja itu membersihkannya sendiri.
“Goma…” ucapan yeoja itu terputus saat kepalanya terangkat, menatap namja di hadapannya. Mata mereka berdua bertemu. Yeoja tersebut terdiam beberapa saat.
*
Apa yeoja ini mengenaliku, batinku. Gawat! Bagaimana kalau ia menjerit histeris lalu meminta tanda tangan dan fotoku? 
Tanpa sengaja ekor mataku menangkap tangannya yang masih berada di atas tanganku untuk mengambil sapu tangan sedikit gemetar. Aku lalu memandang wajahnya. Kulitnya yang putih itu tampak sedikit pucat.
“Apa kau sakit?” tanyaku.
“A-aku tidak apa-apa, sungguh,” ujar yeoja itu meyakinkanku sambil meraih sapu tangan tadi dari tanganku.
Ada sedikit rasa kehilangan ketika tangannya terlepas dari tanganku.
“Go-gomawo,” ucapnya pelan.
Kenapa ia gugup jika berbicara denganku? Apa ia sadar kalau aku ini Kyuhyun, salah satu member Super Junior? Ah, tapi itu tidak mungkin. Jika ia sadar bahwa aku Kyuhyun, ia pasti akan meminta foto bersamaku atau paling tidak tanda tanganku. 
Trrrttt, trrrttt, handphone-ku bergetar. Ada telepon dari Leeteuk hyung. Aku bergegas mengangkatnya.
“Halo, hyung?”
“Kyuhyun kau ada dimana?” tanya Leeteuk to the point. “Cepatlah, sebentar lagi aku harus menemui Sora.”
“Ne, ne, ne. Aku segera kembali,” kataku kesal seraya menutup telepon.
Aku lalu berjalan ke arah kasir dan membayar gaun untuk Kang Sora dengan kartu kreditku. Lihat saja nanti hyung, kau harus mengganti uangku dua kali lipat, batinku kesal. Aku kemudian beranjak dari toko dan mulai menyalakan mobilku. Mobilku pun melaju menjauh dari toko. 
Seakan teringat sesuatu, aku mendecakan lidah. Sial, aku lupa menanyakan namanya, umpatku dalam hati. Tunggu dulu, kenapa aku begitu peduli pada yeoja itu, kenapa aku begitu penasaran dengannya? Apakah aku kembali mengalami cinta pada pandangan pertama?
*
Aku memandang secarik kertas yang ada di tanganku sekali lagi, kemudian menatap pintu apartemen ada di depanku. Tak salah lagi, ini adalah tempat tinggal yeoja itu. Aku menghela napas sebelum menekan bel apartemennya.
Ting, tong, aku menekan bel.
Clek, terdengar suara pintu yang dibuka. Seorang yeoja berambut pendek sebahu muncul dari balik pintu.
“Ya,” sahut yeoja itu sebelum akhirnya ia terdiam begitu melihat wajahku.
Sama sepertinya, aku juga terdiam. Perasaanku bercampur aduk, antara senang, sedih, dan merasa bersalah.
“Myungsoo,” ujar yeoja di hadapanku dengan suara teramat pelan.
Aku menghela napas. Syukurlah ia masih mengingatku. Aku tersenyum padanya. “Noona, apa kabar?”
*
Aku membuka-buka buku diariku. Buku itu dipenuhi oleh foto-foto boyband idolaku. Siapa lagi kalau bukan Super Junior. Aku mengidolakan mereka saat mereka mengeluarkan MV yang berjudul U. Di MV itu ada satu namja yang menarik perhatianku, Kyuhyun. Foto Kyuhyun lebih dominan di diariku daripada foto member lainnya.
Aku menatap sapu tangan Kyuhyun. Masih terekam jelas dalam ingatanku kejadian seminggu yang lalu, ketika aku dan dia tanpa sengaja bertemu di butik itu. Aishhh. Babo sekali aku! Seharusnya aku meminta foto bersamanya atau paling tidak tanda tangannya, sesalku dalam hati.
Aku membolak-balik halaman dalam diariku sampai akhirnya aku sampai pada halaman terakhir. Di situ ada sebuah foto yang seharusnya tidak ku tempel dalam diari ini. Fotoku bersama dengan namja yang tiba-tiba menghilang saat aku mulai mengenal apa itu cinta.
Aku menutup buku diariku dengan kasar. Aku tidak boleh terhanyut oleh perasaan tak bernama itu. Bukankah aku sudah melupakannya dan mengubur dalam-dalam kenangan lima tahun yang lalu itu?
Tetesan air mata meluncur turun dari mataku. Sebenarnya ada apa dengan diriku? Kenapa aku tiba-tiba menangis?
Ting, tong, terdengar suara bel apartemenku yang ditekan. Aku buru-buru menghapus air mataku.
Clek, aku membuka pintu dan menengadahkan kepalaku untuk melihat wajah namja yang berdiri di depanku karena ia sangat tinggi.
“Ya…” omonganku terputus ketika melihat wajah namja tersebut.
Aku terdiam. Menatap wajah namja itu lekat-lekat. Kejadian lima tahun yang lalu berkelebat dalam otakku.
“Myungsoo.” Aku mengucapkan nama namja di hadapanku dengan suara teramat pelan. Namja yang menghilang lima tahun yang lalu.
Ia tersenyum padaku. “Noona, apa kabar?”
Bohong! Itu semua hanyalah kebohongan saat aku meyakinkan diriku bahwa aku sudah melupakan Myungsoo. Ketika Infinite memulai debutnya, aku tak sengaja melihatnya diantara para member Infinite. Ingin sekali aku mendatangi setiap konser Infinite dan acara jumpa fans. Barangkali saja Myungsoo akan mendekatiku saat ia melihatku. Tapi sayangnya, aku tidak memiliki sedikit pun keberanian. Aku terlalu takut jika namja itu sudah melupakanku. Dan sekarang, aku baru menyadari kalau pemikiranku ternyata salah besar.
*
Aishhh, dasar babo! Kenapa buku itu bisa tertinggal!” rutukku sambil memukul kepala.
Aku melihat jam tanganku. Sudah pukul tujuh malam. Pantas saja langit sudah mulai gelap. Mudah-mudahan buku itu masih ada di sana, batinku. Aku berlari menuju sekolahku, Incheon Junior High School. Sampai di pintu gerbang, kulihat sekolah itu sudah sepi.
Sial! Sudah dikunci, keluhku saat melihat gembok yang dipasang di pintu gerbang. Apa boleh buat, batinku. Aku lalu berlari menuju pintu rahasia. Dan, binggo! Pintu itu tidak tertutup. Aku kemudian menyusuri koridor sekolah yang gelap. Hanya lampu di lapangan olah raga lah yang membantuku berjalan dalam gelap.
Clek, aku membuka pintu kelasku dan masuk ke dalamnya. Seketika itu juga aku terlonjak kaget. Bagaimana tidak? Aku melihat seorang namja duduk di kelasku, tepatnya di bangkuku yang ada di pojok kelas.
Namja yang tadi sedang membaca buku tersebut, melirik ke arahku.
“Apa yang kau lakukan malam-malam begini?” tanya namja itu.
Aku terkekeh pelan. “Justru aku yang seharusnya bertanya padamu apa yang sedang kau lakukan di sini?”
“Aku hanya sedang istirahat,” jawabnya. Ia kemudian melanjutkan kegiatan membacanya yang tadi sempat terhenti. “Oh iya.” Ia mengalihkan pandangannya ke arahku. “Apa kau Hyunmi?” tanyanya tidak menggunakan bahasa formal.
Aku tercengang. “Darimana kau tahu namaku?”
Ia tidak menghiraukan pertanyaanku. “Oh, berarti ini bukumu?” tanya namja itu sambil mengacungkan buku diari milikku.
Mataku terbelalak. “Kembalikan!” seruku seraya berlari menghampirinya. Aku tidak ingin dia membaca atau bahkan melihat isi dari buku diariku.
Aku berdiri di depannya dengan napas terengah-engah. Kulihat ia sedang memandangku dari atas ke bawah. Kurang ajar sekali namja ini, batinku. Untung saja tempat dudukku dekat dengan jendela yang menghadap ke lapangan olah raga sehingga aku bisa melihat wajah namja ini.
Aku memandangi wajahnya. Tunggu dulu, apa itu yang ada di sudut bibirnya? Aku menatapnya lebih jelas. Darah?
“Ah, bibirmu berdarah!” pekikku.
*
 “Ke-kenapa kau dulu menghilang?” tanya Hyunmi terbata-bata.
Aku menatapnya sayu. “Maafkan aku noona, aku hanya tidak ingin melihat noona sedih.” Aku mengatakan yang sebenarnya.  
“Tidak ingin membuatku sedih?” Ia tertawa sinis. “Kau tahu, kepergianmu yang tiba-tiba justru membuat hatiku sakit,” katanya setengah berteriak. Perlahan air mata mulai mengalir dari mata yeoja itu. Ia sudah tidak dapat membendungnya lagi.
“Mianhae, noona.” Aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus kuucapkan maupun kulakukan. Aku tahu aku salah. Aku salah karena dulu tidak memberitahu Hyunmi noona mengenai kepindahanku dari Incheon ke Seoul yang tiba-tiba. Saat itu hanya ketakutan yang ada di otakku. Takut kalau Hyunmi noona akan melupakanku begitu aku pergi dari sisinya.
*
“Ah, bibirmu berdarah!” seru yeoja itu. “Ini harus segera diobati. Ayo, ikut aku!” perintahnya seraya menarik tanganku.
Aku tidak bergeming dari tempat dudukku.
“Ayo!” desaknya.
Aku pun menurut dan membiarkan yeoja itu membawaku ke suatu tempat.
Clek, ia membuka pintu sebuah ruangan, lalu menyalakan lampunya. Ternyata ini adalah ruang UKS. Ia kemudian berbalik menghadapku, dan seketika itu juga raut wajahnya berubah menjadi cemas. Cahaya lampu membuat luka memar yang ada di pipiku terpampang jelas.
“Astaga, pipimu…” Ia terdiam sambil memperhatikan lukaku. “Kau, kau terjatuh dari mana hingga terluka seperti ini?” tanyanya polos.
 Sontak aku tertawa lepas. Aku tidak bisa menahan tawaku menghadapi yeoja yang polos ini. Belum pernah aku melihat yeoja sepertinya. Pundakku bergetar dan mataku mengeluarkan setetes air mata. Sudah lama sekali aku tidak tertawa seperti ini.
“Ya! Apa yang kau tertawakan?” Ia mendengus kesal.
“Ah, mi-mianhae,” kataku sambil berusaha menghentikan tawaku.
Yeoja itu kemudian menyentuh daguku, menahannya agar tidak bergerak sementara tangan kanannya dengan cekatan menghapus darah yang ada di bibirku dengan cotton bud.
Aku memandang yeoja yang sepertinya bernama Hyunmi ini. Jika ia kelas 3A, berarti dia adalah kakak kelasku. Seharusnya aku berkata lebih sopan padanya, sesalku dalam hati.
Aku kemudian menatapnya yang masih serius mengobati bibirku. Sentuhan tangannya terasa lembut dan penuh kasih sayang. Jika yeoja ini tahu apa yang barusan kulakukan, apakah ia masih mau mengobati lukaku? Mengapa ia begitu baik padaku, padahal aku sudah seenaknya membuka-buka buku diari miliknya?
“Nah, sudah selesai. Sekarang aku akan mengompres wajahmu,” sahutnya sambil mengambil baskom dan mengisinya dengan air dari wastafel.
Ia mencelupkan sebuah handuk kecil berwarna putih ke dalam baskom air. Baru setelah itu ia memerasnya dan meletakan handuk basah tersebut di pipiku. Tangannya tidak beranjak dari pipiku. Aku pun memegang tangan yeoja itu.
“Apa kau ingin tahu darimana asal luka-lukaku?” Mata kami berdua bertemu. Ia terdiam membiarkan aku melanjutkan perkataanku.
“Aku tadi berkelahi,” akuku.
 Ia tetap terdiam, namun pandangan matanya berubah. Apa yang kini ia pikirkan?
“Apa setelah aku mengatakannya, kau akan membenciku?” aku memberanikan diriku untuk bertanya seperti itu.
Alih-alih pergi meninggalkanku sendirian, ia malah tersenyum. “Bukankah wajar jika namja yang berkelahi?”
“Hmhh, begitu?” aku tertawa kecil.
“Ah, sepertinya ada luka kecil di pipimu. Akan mengambilkan plester untukmu,” ujarnya sambil melepaskan tangannya dari tanganku. Ia kemudian berbalik membelakangiku untuk mengambil plester yang ada di lemari obat. 
“Bagaimana kalau aku katakan bahwa aku adalah ketua geng?” selorohku. “Ketua geng sekolah kita?”
Aku melihat ia terpaku setelah mendengar ucapanku. Walaupun aku tidak bisa melihat wajahnya, namun aku yakin ia pasti kaget.
“Namaku Kim Myungsoo kelas 2B. Kuharap kau mengingatnya,” lanjutku. “Oh iya, namamu Hyunmi, kan? Bolehkah aku memanggilmu dengan Hyunmi noona?”
*
Aku menghapus air matanya dengan ibu jariku. Air matanya terasa hangat di tanganku. Aku memang namja paling bodoh, membiarkan yeoja yang paling kucintai menangis karenaku.
“Apa noona masih ingat kejadian limat tahun yang lalu saat pertama kali kita bertemu?” tanyaku saat tangisannya sudah berhenti.
“Tentu saja,” jawabnya sedikit kesal. “Aku masih bisa ingat setelah pertemuan kita yang pertama itu, kau selalu datang ke kelasku sambil memangil-manggi ‘noona, noona’,” ucapnya sambil menirukan suaraku. “Padahal sejak malam itu aku berpikir bahwa itu pertama dan terakhir kalinya aku bertemu dengamu. Aku tidak ingin membuat masalah denganmu.”
“Tapi ketika melihat ranking-ku berada di paling bawah, bukankah noona sendiri yang mengambil inisiatif untuk mengajariku tanpa kuminta?” balasku.
Hyunmi mendecakkan lidah, kesal. 
“Oh iya noona, apa kau ada waktu minggu depan?” tanyaku.
“Minggu depan?” ulangnya. “Sepertinya tidak. Memangnya kenapa?”
“Infinite akan konser di Mubank. Dan…” Aku berhenti sejenak. “Aku ingin mengenalkan noona pada member yang lain.”
“Kalau hanya untuk itu, bukankah aku bisa bertemu kalian kapan saja?”
“Yah, sebenarnya, alasan utamanya...” Aku terdiam lagi. “Aku ingin noona melihat penampilanku.”
*
“Ia kenapa?” tanya Leeteuk pada Sungmin sambil menunjuk Kyuhyun.
Sungmin mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk leader Super Junior itu. Ia melihat Kyuhyun tengah termenung sambil menopangkan dagunya di tangan. Sungmin mengangkat bahu.
“Entahlah, hyung. Ia sudah seperti itu sejak dua minggu yang lalu,” jelas Sungmin.
“Aku rasa ia sedang jatuh cinta.” Tiba-tiba Yesung menimpali.
Sontak Leeteuk dan Sungmin menatap Yesung, kemudian pandangan mereka beralih pada sang maknae. Mungkin Yesung benar, batin kedua namja itu. Tapi, siapa yeoja yang dapat mengambil hati Kyuhyun? Leeteuk, Yesung, dan Sungmin bertanya-tanya dalam hati.
*
Dimana Myungsoo, apa sebaiknya aku mengirim SMS padanya, batin Hyunmi. Saat ini ia berada di stasiun TV KBS. Ia kemudian mengeluarkan handphone-nya dari dalam tas dan mulai mengetik SMS sambil berjalan.
“AWASSS!” teriak seorang ahjussi.
Terlambat. Hyunmi yang tengah mengetik SMS utnuk Myungsoo tidak melihat papan berwarna kuning bertuliskan wet floor yang ada di depannya. Alhasil yeoja itu terpeleset dan tubuhnya terjengkang ke depan. Dalam benaknya sudah ada bayangan rasa malu dan sakit yang akan menimpanya. Ia pun memejamkan matanya, berharap kedua rasa itu bisa sedikit berkurang. Namun, tanpa ia duga seorang namja muncul dari tikungan koridor. Tabrakan pun tak terelakkan.
Brugghh, Hyunmi dan namja itu terjatuh.
*
“Eng…” aku masih memejamkan mataku. Aku berpikir sejenak. Kenapa rasanya tidak sesakit yang kubayangkan? Apa aku terjatuh di atas kasur? Kenapa rasanya empuk sekali dan… tunggu dulu apa ini? Bibirku?
Aku membuka mataku dan betapa terkejutnya aku ketika melihat seorang Cho Kyuhyun ada di depanku, atau lebih tepatnya aku berada di atas tubuh namja ini. Dan, bibir kami bersentuhan!
Aku buru-buru berdiri. “Mi-mianhae,” ucapku gugup, tidak tahu harus berkata apa lagi.
Kyuhyun bangkit. Ia menatapku tajam. Aku menunduk, terlalu takut untuk melihat tatapan matanya yang dingin. Kulihat dari ekor mataku, Kyuhyun menyentuh bibirnya. Ibu jari kanannnya menghapus noda darah di sudut bibirnya.
Celaka! Sepertinya gigiku tidak sengaja melukai bibirnya. Hyunmi, kau babo sekali, gerutuku dalam hati.
Kyuhyun meraih daguku dan mendorongnya ke atas agar ia bisa melihat dengan jelas wajahku. “K-kau.” Ia tampak terkejut. Apa ia masih mengingatku?
“Kau yeoja yang tempo lalu ada di butik itu kan?” Ia memastikan.
Aku mengangguk takut-takut.
“Ada apa Kyuhyun?” tiba-tiba dari belakang Kyuhyun muncul Sungmin diikuti dengan member yang lain, Leeteuk, Yesung, Shindong, Siwon, Donghae, dan Ryeowook. 
Aku menahan napas. Tenanglah Hyunmi! Walapun ini pertama kalinya kau bertemu dengan anggota Super Junior dalam jarak yang sedekat ini, kau harus bisa menjaga emosimu! Aku menenangkan diriku sendiri.
“Noona!” terdengar suara yang khas memanggilku.
Refleks aku segera menoleh ke belakang dan mendapati Myungsoo sedang melambaikan tangan ke arahku. Aku tersenyum dan balas melambaikan tangan. Kulihat ia berlari kecil menghampiriku.
“Noona, kenapa kau masih ada di sini? Acaranya segera dimulai,” kata Myungsoo. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada kerumunan yang ada di depanku. “Ah, annyeonghaseo,” ucapnya memberi salam pada Super Junior, seniornya di dunia hiburan. Tak lupa ia membungkukkan badannya.
“Annyeonghaseo,” jawab Leeteuk.
Myungsoo kemudian menatapku. “Noona, apa noona mau…”
“Ayo, kita pergi! Kau bilang sebentar lagi mulai.” Aku buru-buru memotong kalimatnya karena sepertinya ia berpikir aku hendak meminta tanda tangan pada Super Junior.
*
“Kau mengenal yeoja itu?” tanya Leeteuk pada Kyuhyun saat Myungsoo dan Hyunmi pergi menjauh.
“Tidak, aku hanya kebetulan bertemu dengannya saat ke butik tempo lalu,” jawab Kyuhyun sekenanya.
“Kalau begitu ayo, sebentar lagi kita juga tampil,” ucap Leeteuk sambil menepuk pundak Kyuhyun.
Baru saja Leeteuk dan member Super Junior yang lain berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar seorang ahjussi memanggil mereka.
“Hei, kalian menjatuhkan ini,” ujar ahjussi itu sambil mengacungkan buku berwarna biru laut.
“Itu bukan milik kami,” jawab Eunhyuk yang berada paling dekat dengan ahjussi itu.
Entah kenapa ada sebuah dorongan yang membuat Kyuhyun menghampiri ahjussi itu dan mengambil buku tersebut. Kyuhyun kemudian membuka halaman pertama buku itu. Benar saja dugaannya, foto yeoja tadi terpampang di dalamnya. Tak hanya itu, dalam buku itu juga tertera alamat dan nomor handphone yeoja tadi.
Kyuhyun tersenyum. Apakah ini yang dinamakan takdir? Ia bertanya dalam hati.
*
Hyunmi  mengaduk-ngaduk tasnya sekali lagi. Dimana buku diariku, batinnya. Ini kedua kalinya ia menghilangkan buku itu.
Ting, tong, terdengar suara bel apartemennya yang ditekan.
Hyunmi mendengus kesal. Baginya urusan mencari buku diari itu lebih penting daripada membuka pintu. Dengan enggan, ia melangkahkan kakinya menuju pintu.
Clek, Hyunmi membuka pintu. Seketika itu juga ia menahan napas saat menyadari bahwa yang datang ke apartemennya adalah Kyuhyun!
“Ini bukumu?” tanya Kyuhyun sambil mengacungkan buku diari milik Hyunmi.
Hyunmi terbelalak. Ia berusaha meraih buku itu dari tangan Kyuhyun, namun namja itu dengan cepat menghindar dari tangan Hyunmi.
“Kembalikan bukuku!” gerutu Hyunmi.
Ckckck, tidak semudah itu,” ujar Kyuhyun. Ia ingin sekali mempermainkan yeoja yang ada di depannya. “Sebelum aku mengembalikan buku ini, aku ingin bertanya satu hal padamu.”
“Apa?”
“Kau menyukaiku, Hyunmi-ssi?”
Merasa wajahnya memerah, Hyunmi memalingkan mukanya.
“Itu bukan urusanmu.” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Hyunmi.
“Aneh, kenapa banyak sekali fotoku?” Kyuhyun membolak-balik buku tersebut.
“Kembalikan!” pekik Hyunmi sambil berusaha merebut bukunya. Sayangnya, acungan tangan Kyuhyun lebih tinggi daripada jangkauan tangannya.
“Apa ini foto namjachingumu?” tanya Kyuhyun ketika ia membuka halaman terakhir.
Hyunmi mendengus kesal. “Itu bukan urusanmu.”
“Tidak adakah kalimat lain yang bisa kau ucapkan selain ‘itu bukan urusanmu’?” tanya Kyuhyun sebal. “Ini bukumu,” katanya pada akhirnya sambil menyerahkan buku itu pada pemiliknya.
“Gomawo,” balas Hyunmi. Akhirnya ia dapat bernapas lega buku kesayangannya sudah kembali. Ia pun meletakan buku itu di atas rak sepatu.
“Kau tidak menawarkanku masuk ke dalam apartemenmu?” sindir Kyuhyun.
“Ah, mianhae.” Hyunmi merutuki dirinya sendiri yang sudah tidak bersikap sopan terhadap tamunya. “Silakan masuk.”
“Sebenarnya aku ingin sekali masuk…” Kyuhyun menggantungkan kalimatnya. “Tapi sayangnya jadwalku padat. Aku harus segera pulang.”
Hyunmi mencengkram tangannya untuk mengendalikan emosinya. Namja itu benar-benar membuatnya kesal setengah mati.
“Karena aku tidak jadi masuk apaprtemenmu, bagaimana kalau kau mengantarkanku sampai tempat parkir untuk menunjukkan rasa kesopananmu terhadap tamumu?” sarannya.
Hyunmi bisa saja menolak saran namja itu jika saja Kyuhyun bukan idolanya. Yeoja itu lalu menutup pintu apartemennya dan berjalan mendampingi Kyuhyun menuju tempat parkir.
*
“Bukankah tadi kau menyuruhku untuk mengantarkanmu sampai tempat parkir?” tanya Hyunmi heran. “Kenapa kau malah mengajakku ke taman?”
“Itu bukan urusanmu.” Kyuhyun menirukan gaya bicara Hyunmi.
Hyunmi mendengus kesal. Andai saja namja di hadapannya ini bukan Cho Kyuhyun, pasti ia sudah melangkahkan kakinya kembali ke apartemennya. Siapa sangka artis idolanya ternyata memiliki sifat yang sangat mengesalkan?
“Oh iya,” Kyuhyun berbalik menghadap Hyunmi. “Bisakah kau tidak memanggilku dengan sebutan’kau’ melainkan dengan sebutan yang lebih formal, seperti ‘oppa’?”  
“Hmmm… ne,” jawab Hyunmi malas.
“Coba panggil aku,” pinta namja tersebut.
Hyunmi mengigit bibirnya. Rasa gugup menyelimuti dirinya. “O-oppa,” ujarnya pelan.
“Lebih keras! Aku tidak dapat mendengarnya.”
Yeoja itu mendecakkan lidahnya. Besar kepala sekali namja ini, batinnya. “OPPA,” teriak Hyunmi, terdengar seperti membentak.
 Kyuhyun mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum. Ia senang melihat yeoja yang keras kepala itu akhirnya memanggilnya dengan sebutan ‘oppa’.
Hyunmi menggosok-gosokan tangannya. Sekarang memang sedang musim salju. Tak heran jika angin bertiup lebih kencang daripada biasanya dan suhu menurun drastis. Hyunmi memaki dirinya sendiri lantaran lupa memakai sarung tangan saat keluar apartemen.
Tanpa sengaja, Kyuhyun memergoki Hyunmi yang tengah kedinginan. Tiba-tiba saja Kyuhyun menarik tubuh yeoja itu ke dalam pelukannya dan memasukkan kedua tangan Hyunmi ke dalam saku mantelnya. Kerasnya tarikan namja itu membuat kepala Hyunmi mendarat di dada Kyuhyun. Kyuhyun sengaja tidak melepaskan genggaman tangannya agar yeoja tersebut tidak dapat menjauh darinya.
“Sudah hangat sekarang?” tanya Kyuhyun lembut.
Tidak ada jawaban dari Hyunmi. Yeoja itu terdiam, terlalu kaget dengan apa yang barusan dilakukan oleh Kyuhyun. Jantungnya berdetak lebih cepat, napasnya tertahan, wajahnya kini memerah, dan tangannya menjadi lebih dingin karena gugup.
*
Menyadari Hyunmi tidak juga bersuara, aku lalu melepaskan tangan genggamanku tanpa mengeluarkan tangan Hyunmi dari sakuku. Tangan kanannya menekan pelan kepala yeoja itu agar lebih merapat di dadanya, sementara tangan kirinya memeluk yeoja tersebut.
“Apa kau bisa mendengar detak jantungku?” tanyaku. “Kau tahu, setiap kali aku bersamamu detak jantungku selalu bertambah cepat?”
Masih tidak ada respon dari Hyunmi, Kyuhyun kembali berbicara. Tangan kanannya kini membelai rambut pendek yeoja itu.
“Kejadian di stasiun TV waktu itu…” aku ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatku. “Itu ciuman pertamaku.”
“Eh, itu ciuman pertamamu?” Hyunmi mendongak kaget. “Mana mungkin,” ujarnya mengejek.
“Sungguh!” Aku menatap matanya dalam-dalam, membiarkan yeoja itu menilainya sendiri.  
Hyunmi mengernyitkan dahinya. “Lalu bagaimana dengan cerita ciuman pertamamu yang pernah kau ceritakan di media?”
Aku tertawa kecil mengingat cerita itu. “Itu hanya karangan.”
“Lalu dengan mantanmu, juga di musikal?”
“Dengar, aku tidak pernah berciuman dengan siapapun.” Aku menatapnya serius. “Berita bahwa aku berpacaran dengan… Kau pasti tahulah, itu hanya sekadar gossip. Dan di musikalku, aku tidak berciuman. Hanya angle-nya saja yang membuatnya terlihat seperti benar-benar berciuman,” jelasku panjang lebar.
Hyunmi menatapku. Aku bisa melihat ada kelegaan di mata yeoja itu.
“Bagiku, kejadian di stasiun TV itu bukanlah sebuah ciuman. Itu hanya sebuah kecelakaan,” ujar Hyunmi memecah keheningan.
“Kau benar. Itu hanya sebuah kecelakaan.” Aku menyetujui ucapannya. “Mau kutunjukan yang asli?”
“Eh, apa maksudm…”
Omongan Hyunmi terputus ketika aku menangkup dagunya dan mendaratkan ciuman di atas bibir mungil yeoja tersebut. Dengan lembut bibirku membelai bibirnya. Menghisap bibir atas dan bawahnya secara bergantian.
“Emh…” suara itu keluar dari tenggorokan Hyunmi. Entah itu desahannya atau ucapan protes yang tertahan, tapi yang jelas suara itu berhasil membuatku kehilangan akal sehat.
Tangan kananku yang tadi membelai kepalanya berpindah posisi ke tengkuk Hyunmi, menahan agar yeoja itu tidak melepaskan ciumanku, sementara tangan kiriku memeluknya lebih erat. Lidahku yang tak sabar ingin bergerilya, tertahan oleh mulutnya yang masih tertutup.Tak kehabisan akal, tangan kiriku lalu bergerak ke atas dan membelai payudaranya.
“Engh…” terdengar suara desahan dari mulut Hyunmi. Begitu mulutnya terbuka, aku langsung memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Membelai lidahnya, mengabsen giginya satu persatu, serta bertukar saliva dengannya. Aku memiringkan kepalaku untuk memperdalam ciuman kami.
Tiba-tiba aku merasakan tangan Hyunmi memukul-mukul dadaku. Sepertinya ia kehabisan napas. Dengan enggan, aku pun menghentikan ciumanku. Aku melihat yeoja itu tersenggal-senggal. Matanya kemudian menatapku penuh amarah dan…
Plakkk, satu tamparan keras mendarat di pipiku. Aku memegang pipi kiriku yang terasa panas dan menatap Hyunmi tidak mengerti.
Pundak Hyunmi bergetar. Amarahnya masih meluap.
“Aku memang menyukaimu CHO KYUHYUN, tapi aku tidak sudi diperlakukan seperti ini!” Air mata Hyunmi mulai mengalir. Ia sudah tidak peduli lagi dengan kata-kataku barusan yang menyuruhnya memanggilku dengan sebutan ‘oppa’.
Yeoja itu kemudian berbalik dan berlari meninggalkanku yang masih terdiam sambil memegangi pipiku yang sakit.
*
“Kau sudah siap noona?” tanyaku sambil menoleh ke belakang. Hari ini aku berencana mengajak Hyunmi ke suatu tempat dengan motorku.
“Memangnya kita mau kemana?” tanya Hyunmi dari balik helm.
“Nanti juga noona tahu,” ujarku sambil mengedipkan mata. “Sebaiknya noona pegangan yang erat.” Aku lalu menutup kaca helm-ku. Kedua tanganku sudah siap melajukan motorku.
“Eh, kenapa aku harus…”
Sebelum Hyunmi menyelesaikan kalimatnya, tanganku sudah terlebih dahulu menggas motor. Motor yang tiba-tiba melaju dengan kecepatan tinggi membuat Hyunmi terdorong ke tubuhku. Yeoja itu refleks memelukku erat. Aku tersenyum penuh kemenangan.
Tak lama, motorku berhenti di sebuah tempat yang sudah tidak asing lagi bagi kami berdua. Incheon Junior High School. Tak terasa hari sudah gelap. Perjalanan dari Seoul ke Incheon memang cukup jauh.
Aku menoleh ke arah yeoja yang duduk di belakangku. Aku bisa melihat wajah cemberut Hyunmi dari balik helm yang ia kenakan.
“Kupikir kau mau mengajakku ke mana,” gerutunya.
Aku tertawa kecil. “Aku hanya ingin mengingat masa lalu.” Aku lalu melepaskan helm-ku dan menggantungnya di atas motor. Kulihat yeoja itu masih memakai helm-nya sambil melipat kedua tangannya di dada.
Aku turun dari motorku. Menatap yeoja tersebut sambil tersenyum sebelum akhirnya tangan kananku menyentuh dagunya dan mengangkat dagu yeoja itu agar ia balas menatapku. Hyunmi menatapku, masih dengan wajah kesalnya. Perlahan aku membuka pengait helm-nya dengan perlahan. Tanpa sepengetahuannya, kubelai leher jenjangnya cepat.
“Ayo kita masuk,” ajakku sambil menarik tangannya menuju pintu rahasia karena pintu gerbang sudah ditutup.
Kami berdua menyusuri koridor sekolah yang gelap dengan ditemani oleh lampu senter yang terdapat di handphone-ku. Langkah kami terhenti di depan kelas 3A, kelas dimana aku dan Hyunmi pertama kali bertemu. Aku lalu membuka kenop pintu.
“Tidak banyak yang berubah,” komentar Hyunmi. “Ah, mejaku masih ada!” serunya sambil mengusap-usap bekas mejanya. Ia kemudian duduk di kursinya.
Aku tersenyum melihat tingkah lakunya. Aku kemudian memandang keluar jendela. Hari ini tidak turun salju. Padahal lima tahun yang lalu turun hujan salju yang lebat.
“Noona, apa noona masih ingat kejadian lima tahun yang lalu saat kita berdua terjebak hujan salju?”
Hyunmi berpikir sebentar. “Mmmh, aku ingat. Waktu itu kita berdua bersama dokter Lee menunggu truk pembersih salju di ruang UKS.”
Aku menghampiri Hyunmi dan duduk di sebelahnya. “Aku tahu apa yang noona lakukan di ruang UKS lima tahun yang lalu,” bisikku sambil menyeringai. “Aku tidak tertidur waktu itu, hanya memejamkan mata,” lanjutku.
*
“Aku tahu apa yang noona lakukan di ruang UKS lima tahun yang lalu,” bisik Myungsoo di telingakku. Aku membelalakan mataku kaget. “Aku tidak tertidur waktu itu, hanya memejamkan mata.”
Glek, aku menelan ludah dengan susah payah. Aku memandang namja di hadapanku yang memakai pakaian serba hitam itu. Pikiranku menerawang ke kejadian lima tahun yang lalu.
*
Mana dokter Lee? Kenapa ia lama sekali pergi ke toiletnya, keluhku. Pandanganku lalu beralih ke namja yang sedang tertidur lelap. Hanya ada kami berdua di ruang UKS. Aku memperhatikan Myungsoo. Aneh sekali gaya tidurnya, pikirku. Ia tertidur di bangku sekolah dengan kepala menengadah. Apa ia tidak pegal?
Saat ini kami berdua terjebak di dalam sekolah. Hujan salju yang lebat membuat jalanan tertutup. Ini semua gara-gara namja ini! Jika ia tidak berada di peringkat bawah, aku tidak perlu repot-repot mengajarinya setelah sekolah usai. 
Perlahan aku berjalan mendekatinya. Aku menatap wajahnya. Jika sedang tertidur, Myungsoo bagaikan bayi yang polos. Aku menyentuh rambutnya, merapikannya ke samping agar aku bisa melihat lebih jelas wajahnya yang sedang tertidur itu.
Ia cukup tampan jika diperhatikan baik-baik, batinku. Aku menelusuri keningnya dengan punggung jariku. Alis dan kelopak matanya yang tengah terpejam pun tak luput dari sentuhanku. Tak lama kemudian, jariku sampai pada tulang pipinya yang tegas. Dilanjutkan dengan menyentuh kedua telinganya secara bergantian, lalu hidungnya. Jariku berhenti sejenak untuk merasakan hembusan napasnya yang hangat tanpa menghalangi pernapasannya.
Apa wajah namja memang sehalus ini? Kenapa aku tidak bisa menghentikan jariku yang bergerak liar? Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku? Aku bertanya-tanya dalam hati.
Mataku menangkap bibir Myungsoo yang tadi sempat kulewatkan. Bibir itu sedikit terbuka. Entah kenapa aku tergoda untuk menyentuhnya. Kali ini ibu jariku yang membelai bibirnya. Sambil membelainya aku berpikir, apakah sudah ada yeoja yang pernah meletakan bibirnya di bibir namja ini?
Clek, tiba-tiba terdengar pintu ruang UKS yang dibuka. Refleks aku segera menjauhkan tanganku dari wajah Myungsoo dan berjalan mundur ke belakang.
“Kalian masih ada di sini?” tanya dokter Kim, penjaga UKS kami. “Truk pembersih saljunya sudah tiba. Sebentar lagi busnya pasti lewat.”
Hoammm.” Myungsoo terbangun. Ia menguap sambil merenggangkan tangannya, lalu mengucek matanya. “Aku tertidur ya?”
“Ya, babo! Akhirnya kau bangun juga,” ucapku sinis untuk menyembunyikan kegugupanku. “Ayo, cepat atau kita akan ketinggalan bus!” omelku sambil mengambil tas dan beranjak keluar UKS.
Belum sempat aku melangkahkan kaki keluar pintu, tiba-tiba tangan Myungsoo menahan tanganku. Sontak langkahktu terhenti.
“Noona, tunggu aku,” katanya manja.
Aku hanya diam di tempatku tanpa menoleh ke arahnya. Jantungku berdebar dengan sangat keras. Dengan tangan kirinya, Myungsoo mengambil tasnya yang ia letakan di atas meja tak jauh dari kursi tempat ia tertidur, sementara tangan kanannya masih memegang tanganku.
*
“Apa noona sudah mengingatnya?” tanyaku membuyarkan lamunan Hyunmi.
Hyunmi menoleh ke arahku. Ia menatapku lekat-lekat. Ada sedikit sorot ketakutan di matanya.
Tak tahan bertatapan mata dengannya, tangan kananku langsung menangkup dagunya dan menciumnya. Bibirnya yang terbuka memudahkanku untuk mengecup bibirnya. Kubelai bibirnya dengan bibirku, namun ia hanya terdiam. Merasa tidak ada respon darinya, aku menghentikan ciumanku. 
“Apa noona tidak pernah berciuman? Mau kuajari?” godaku sambil mengusap bibir bawah Hyunmi yang basah akibat ciumanku tadi dengan ibu jariku.
Hyunmi membuka mulutnya seperti hendak mengatakan sesuatu padaku. Tetapi, sebelum ia berbicara, aku sudah melumat kembali bibirnya. Kali ini aku tidak segan-segan mempermainkan bibirnya. Tubuhku mendorong tubuhnya agar merapat ke tembok.
Sayangnya Hyunmi dengan sigap menutup mulutnya, sebelum aku bisa memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Tangan kananku kemudian berpindah ke dagunya. Membelainya agar terbuka sambil sesekali mengusap leher jenjangnya. Dan, berhasil! Mulutnya kini terbuka. Lidahku kini membelai lidahnya.
Saat aku beralih mengigit-gigit kecil bibir bawahnya, mendadak Hyunmi mendorongku dengan sangat keras hingga membuat ciuman kami terlepas. Ia kemudian menundukkan kepalanya sehingga aku tidak bisa melihat raut mukanya, tapi aku merasa ia marah padaku.  
“Mianhae, nooona,” ucapku sungguh-sungguh.
*
“Ada apa kau datang ke sini?” tanya Hyunmi dingin ketika Kyuhyun berdiri di depan pintu apartemennya pagi ini. Yeoja itu bahkan tidak memanggil Kyuhyun dengan panggilan ‘oppa’.
Kyuhyun menatap Hyunmi dari atas ke bawah. Yeoja itu terlihat santai dengan kaos berwarna putih dan celana jeans.
“Maafkan aku atas kejadian tempo lalu” ucap Kyuhyun. Sorot matanya berubah serius. “Aku, aku hanya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaanku padamu.”
“Kalau kau datang kemari hanya untuk mengucapkan itu, lebih baik kau tidak usaha datang.” Hyunmi lalu masuk kembali ke dalam apartemennya. Belum sempat ia menutup pintu, Kyuhyun sudah mengganjal pintu dengan kakinya.
“Apa kau sudah memaafkanku?” tanya Kyuhyun.
“Ne,” jawab yeoja itu singkat. Nada bicaranya terdengar ketus. “Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, silakan pergi.”
Hyunmi menarik kenop pintu dengan keras. Ia berharap Kyuhyun akan kesakitan dan menarik kakinya keluar. Namun, dugaannya salah. Kyuhyun tidak menarik kakinya. Ia malah menahan pintu dengan tangannya.
“Tunggu sebentar, ada satu hal yang ingin kukatakan padamu,” sergah namja itu.
Hyunmi menatap Kyuhyun, membiarkannya mengutarakan sesuatu.
“Saranghae Hyunmi-ah,” ucap Kyuhyun tulus. “Maukah kau menjadi… Ah, bukan.” Ia menggelengkan kepalanya. “Bolehkah aku menjadi namjachingu-mu?”
Napas Hyunmi tercekat saat ia mendengar kalimat tersebut meluncur dari seorang Cho Kyuhyun, idolanya.
“Kau tahu, sejak pertemuan pertama kita di butik, aku selalu memikirkanmu.” Kyuhyun menatap Hyunmi lekat. “Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, bayang-bayangmu selalu hadir dalam pikiranmu.” Ia terdiam. “Kau tahu, aku sampai merasa bahwa aku sudah gila karena…” namja itu mengantungkan kalimatnya. Wajahnya mendekat pada telinga Hyunmi. “I love you at the first sight,” bisiknya di telinga yeoja itu.
“O-oppa…” panggil Hyunmi yang lebih terdengar seperti bisikan.
Kyuhyun tersenyum, akhirnya yeoja tersebut memanggilnya dengan sebutan ‘oppa’.
Sssttt.” Kyuhyun menempelkan jari telunjuknya di mulut Hyunmi. “Aku tahu kau masih tidak percaya dengan apa yang barusan kukatakan. Aku tidak mengharapkan jawaban itu keluar dari mulutmu sekarang. Aku ingin kau memikirkannya baik-baik.”
Dalam hati Hyunmi bersyukur Kyuhyun berkata seperti itu. Ia memang tidak bisa memberikan jawabannya hari ini. Ia harus memastikan perasaannya.
“Jika aku boleh menjadi namjachingu-mu, datanglah ke dorm Super Junior besok. Aku ingin memberitahu kabar gembira itu pada para hyung,” kata Kyuhyun. “Tapi, jika kau tidak ingin menjadi yeojachingu-ku…” Ia berpikir sejenak. “Kau tidak perlu repot-repot ke dorm.”
*
Hyunmi memandang gedung SM Entertaintment yang ada di hadapannya. Hari ini ia berencana memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Kyuhyun kemarin. Dengan semangat ia masuk ke dalam gedung itu dan bergegas naik lift. Hatinya berdebar-debar membayangkan ekspresi wajah Kyuhyun saat melihatnya datang ke dorm.
Ting, pintu lift terbuka. Hyunmi yang hendak melangkahkah kakinya keluar dari lift mendadak terpaku dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Dengam mata kepalanya ia melihat Kyuhyun sedang memeluk seorang yeoja.
Hyunmi tidak bisa melihat kepala yeoja itu karena kepalanya tertunduk di pundak Kyuhyun. Namun, tiba-tiba saja yeoja itu mengangkat kepalanya dan sekrang Hyunmi dapat melihat kalau yeoja itu adalah Seohyun, yeoja yang paling dibencinya.
Merasa pintu lift terbuka, Kyuhyun mendelik menatap lift. Tetapi, Hyunmi buru-buru menutupnya. Ia tidak ingin namja itu melihatnya.
Pintu lift pun menutup. Hyunmi menekan tombol yang menuju lantai bawah. Pundaknya kini bergetar dan tangisnya pun pecah. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia mengira kalau hari ini akan menjadi hari yang bersejarah baginya. Ya, hari ini memang bersejarah baginya. Hari dimana hatinya hancur berkeping-keping.
*
Ting, tong, Myungsoo menekan bel sekali lagi. Sudah tiga kali ia menekan bel apartemen Hyunmi noona, tapi kenapa tidak ada jawaban. Apa noona sedang pergi, batin Myungsoo.
Baru saja ia hendak berbalik pulang, tiba-tiba matanya menangkap sesosok yeoja yang sedang berjalan di koridor apartemen. Senyum mengembang di bibir Myungsoo.
“Noo…” belum sempat Myungsoo memanggil Hyunmi, yeoja itu mendadak terjatuh. Refleks Myungsoo segera berlari ke arahnya untuk melihat kondisi noona-nya.
“Noona, noona tidak apa-apa?” Myungsoo terlihat cemas. “Noona?”
Myungsoo menggigit bibirnya. Ia cemas bukan main melihat keadaan Hyunmi. Kaki yeoja itu lecet akibat berlari dengan menggunakan high heels, badannya tampak lemas dan matanya bengkak akibat menangis.
Menyadari kondisi Hyunmi yang tidak baik, Myungsoo pun menggendong yeoja tersebut dengan kedua tangannya. Ia lalu menggendong Hyunmi ke dalam mobilnya, membawa yeoja itu ke apartemennya.
*
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif…”
Sigh! Lagi-lagi terdengar suara seperti itu, umpat Kyuhyun. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Hyunmi, namun handphone yeoja itu sepertinya dimatikan. Kekesalan Kyuhyun berubah menjadi kecemasan. Apakah penglihatannya tadi memang benar? Hyunmi melihat Kyuhyun sedang bersama yeoja itu?
Kyuhyun memukul stirnya kesal. Ia ingin sekali menjelaskan kesalahpahaman itu pada Hyunmi.
Kyuhyun kemudian mengarahkan mobilnya menuju apartemen Hyunmi. Jalanan saat itu sedang kosong sehingga ia dapat dengan bebas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Saat namja itu tengah menyetir, mendadak seekor kucing berlari di depannya. Refleks Kyuhyun membanting stirnya ke kanan.
Brakkk, tedengar suara kencang saat mobil Kyuhyun menghantam pohon besar yang ada di sisi jalan. Celakanya ia tidak memakai sabuk pengaman. Ia ingin buru-buru menyelesaikan kesalahpahaman dengan yeoja yang dicintainya sehingga tidak sempat memperhatikan hal kecil seperti itu.
Darah segar mengucur dari kepala Kyuhyun. Kepalanya menghantam stir, pipinya luka terkena serpihan kaca mobilnya yang pecah, badan dan lututnya memar, kesadarannya hampir hilang karena ia kehilangan banyak darah.
“Mianhae, Hyunmi-ah,” ucapnya sebelum kesadarannya benar-benar hilang.  
*
“Eng…” Perlahan Hyunmi membuka matanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, membiasakan matanya dengan cahaya lampu apartemenku.
“Noona sudah baikan?” tanyaku.
“Dimana aku?” Hyunmi balik bertanya.
“Noona ada di apartemenku. Tadi aku melihat noona pingsan. Karena aku tidak tahu nomor pin apartemen noona, jadi aku membawa noona ke apartemenku,” jelasku.
Hyunmi mencoba duduk di tempat tidur. Aku membantunya bangun.
“Aku benci Kyuhyun!” tiba-tiba kata-kata itu terlontar dari mulut Hyunmi.
Aku hanya diam, membiarkannya mengeluarkan seluruh isi hatinya.
“Aku membencinya, sangat membencinya,” ucapnya emosi. Setetes air mata mulai membasahi pipinya. Tak lama, tangisnya pun pecah. Ia menangis tersedu-sedu.
Aku memeluknya. “Tinggalkan saja namja sepertinya,” bisikku di telinganya. “Apakah noona menyadari kalau di hadapan noona sekarang ada namja yang tulus mencintai noona?”
Aku tidak dapat melihat ekspresi wajah Hyunmi, tapi dari detak jantungnya yang bisa kurasakan, aku tahu ia terkejut.
“Jadilah yeojachingu-ku,” kataku pada akhirnya.
*
“Jadilah yeojachingu-ku,” bisik Myungsoo tepat di telingaku.
Aku terkejut bukan main. Aku tidak menyangka kalau Myungsoo akan mengatakan hal itu. Namja itu kemudian melepaskan pelukannya. Ia menatapku dalam-dalam.
“Apa noona tahu alasanku tidak memberitahu noona saat aku pindah ke Seoul?” tanyanya. “Itu karena aku takut, takut kehilangan noona.” Ia terdiam sejenak. “Aku takut saat aku bertemu lagi dengan noona, noona sudah berada di sisi namja lain.” Myungsoo mencengkram tangannya kuat-kuat. “Noona, saranghae…”
Aku menutup kedua mulutku, tidak percaya dengan apa yang barusan diucapkan Myungsoo. Aku terdiam. Aku terlalu bingung dengan semua ini. 
Tanpa kusangka, Myungsoo menarikku kembali ke dalam dekapannya. Ia mendekatkan kepalanya, bersiap menciumku. Namun, sebelum bibirnya menyentuh bibirku, aku memalingkan wajahku. Sehingga bibirnya mendarat pipiku.
“Noona?” tanyanya bingung.
*
Myungsoo menatap Hyunmi lekat-lekat. Ia terdiam, teringat kejadian lima jam yang lalu saat yeoja itu masih pingsan.
Trrrttt, trrrttt, handphone Myungsoo bergetar. Ada panggilan yang masuk, dari Sunggyu hyung. 
“Yeobseo, hyung. Ada apa?” tanya Myungsoo ketika mengakat telepon. Terdengar suara panik dari seberang telepon. “Eh, berita? Aku daritadi tidak menyalakan TV. Tunggu sebentar.”
Myungsoo meraih remote TV yang ia letakan di atas meja tanpa menutup saluran teleponnya. Seketika itu juga ia melihat berita yang menanyangkan kecelakaan mobil. Baru saja ia hendak mengomel pada Sunggyu hyung yang melebih-lebihkan berita kecelakaan itu, niatnya urung begitu reporter TV menyebutkan nama korban dalam kecelakaan tersebut.
Handphone yang dipegangnya terjatuh. Lututnya lemas seketika. Myungsoo pun jatuh terduduk, sementara matanya masih terpaku pada siaran langsung berita tersebut.

To Be Continue... 
***

Thanks For Read it ^^

2 comments:

  1. Ffnya keren banget chingu. Lanjutkan ya ^^

    ReplyDelete
  2. Iya, dilanjutin dong-_-

    ReplyDelete